Against the World Series Part 14 Final Despair


Angin laut berhembus kencang di atas kapal pesiar yang kami naiki. Tidak jauh perjalanan yang dituju, kami akan menuju sebuah kapal besar yang juga merupakan sebuah landasan pesawat terbang yang sedang berada di lautan dekat bagian barat benua Eropa. Dari sana, kami akan terbang menuju Amerika. Pangkalan militer Amerika tepatnya karena yang lainnya juga sudah menunggu di sana. Begitu penjelasan Dennis tentang rencana penjemputan Emuria.

Aku bisa menebak siapa saja yang ada di sana dan aku juga sudah bersiap jika aku harus terlibat untuk berperang dengan militer Amerika. Tapi sebelum itu semua, aku menanyakan pertanyaanku yang tertunda kepada Dennis. "Jadi, apa yang kau maksud time reader?"

"Tentang apa yang akan kukatakan ini mungkin kau tidak bisa menerimanya dengan logikamu," ucap Dennis seraya mendekatkan dirinya ke pinggir kapal. Kemudian ia pun bersandaran menghadap laut yang luas. Angin kencang kembali berhembus membelai rambut kami. Sekilas suasana ini mengingatkanku pada saat kami masih kecil. Memanjat pohon, kemudian angin yang kencang menerpa kami. Tak terasa sudah puluhan tahun berlalu.

"Tidak apa-apa," jawabku, "aku sudah terbiasa dengan hal-hal yang tidak bisa diterima logika sejak memulai perjalanan ini."

Dennis menarik napas sejenak kemudian menghembuskannya, "Kau tahu, waktu adalah esensi terpenting dalam hidup ini. Tanpa waktu yang terus maju, kita hanyalah sebuah objek statis. Tak dapat bergerak, tak dapat berpikir. Seperti lukisan atau gambaran yang hanya berupa kumpulan dari warna. Bersama dengan waktu yang terus majulah kita bisa melakukan segalanya yang telah kita lakukan selama ini.

Ada yang pernah bilang, hidup ini ibarat sebuah kisah. Bersama dengan waktu yang terus maju seluruh orang menulis kisah mereka. Apakah itu tentang dirinya sebagai orang terkenal maupun tidak, sebagai orang kaya ataupun miskin, sebagai kisah yang layak diceritakan ataupun tidak. Semuanya hanyalah kisah yang terus maju seiring waktu. Dari lahir hingga mati.

Namun, ada satu orang yang dapat menulis kembali kisahnya. Dia menghapus buku kehidupannya dan menulis sebuah kisah yang baru yang dengan kesadarannya ataupun tidak, kisah yang baru itu akan berdampak bagi orang lain. Dialah sang penulis waktu, dia yang dapat menghapus kisah yang pernah ditulisnya, time writer. Begitulah mereka, orang-orang organisasiku, menyebutnya."

"Emuria...," ucapku pelan.

"Meskipun dia menulis kembali kisah kehidupannya dengan cara kembali ke masa lalu. Tidak semua orang akan lupa dengan apa yang telah terjadi. Katakan di tahun ini dia mengulang kembali ke 10 tahun yang lalu. Sebagian besar orang akan lupa dengan apa yang telah terjadi di 10 tahun itu. Namun tidak bagi para time reader, mereka selalu membaca kisah kehidupannya dan selalu ingat dengan apa yang telah terjadi. Begitulah mereka menyebutku dan itu jugalah alasanku diajak untuk bergabung dengan organisasi tempatku sekarang ini. Seluruhnya mencari keberadaan Emuria. Dengan mendapatkan sang penulis waktu, maka menguasai dunia bukanlah hal yang sulit lagi."

"Tapi semua usaha organisasi kalian tetap gagal kan?"

"Organisasi yang lain lebih tepatnya. Organisasi kami tidak bertujuan untuk menculik Emuria, kami malah melindunginya dari para mafia lainnya. Sudah jelas, Aleria, aku, dan Leen adalah orang-orang yang memegang posisi tinggi dalam organisasi. Untuk apa kami menculik Emuria darimu?"

Melindungi dari para mafia, huh? Kata-kata itu mengingatkan aku bagaimana pertama kali aku dan Emuria bertemu di Singapura. Kami dikejar oleh para mafia dan tidak tahu ke mana. Lalu aku bertemu dengan Kevin. Lalu aku, ugh. Kepalaku sedikit sakit mencoba mengingat apa yang telah terjadi. Ingatanku mulai terasa rancu karena sepertinya aku mengingat kalau aku ditabrak oleh mafia yang mengejar kami sebelumnya. Namun ketika aku mengingatnya aku masih tetap utuh tanpa luka tabrakan hingga saat ini.

Apakah pada saat itu aku benar-benar telah mati? Kemudian Emuria mengembalikan waktu dan membuat kami tidak berjumpa dengan mafia itu? Makanya kami bergegas untuk bertemu dengan teman Kevin pada malam itu juga, meskipun Kevin awalnya menyarankan untuk bertemu besok saja?

Lalu saat di rumah Lim. Dia menyetujui dengan cepat bahwa namanya adalah Riemu. Nama yang kuberikan pada anak kucing saat kami bertemu pertama kali di lini masa yang berbeda. Apakah saat itu dia hanya berpura kalau dia hilang ingatan? Apakah dia hanya ingin aku mengingat semuanya sendiri? Atau mungkin dia sendiri tidak menyangka akan bertemu denganku meskipun ia mencoba untuk menghindariku seumur hidupnya? Apakah ini memang sudah takdir kami untuk tetap bertemu?

Kalau begitu, pasti dia sangat kesal sewaktu di Thailand aku bertemu dengan Daniella dan terlihat begitu bodoh karena jelas aku akan mengingat masa-masa SMA-ku bersamanya. Begitu juga sewaktu di Rusia, saat aku bertemu dengan Aleria. Sekarang aku mengerti sikapnya yang berubah pada saat itu. Dia memang orang yang spesial bagiku.

Itu artinya, saat perjalan meninggalkan Rusia, saat malam hari di waktu kami memandang bintang. Saat ia begitu dekat denganku. Aku... bodoh sekali.

"Hei, Dennis?" panggilku.

"Ya?"

"Kenapa aku bukan seorang time reader?"

"Aku juga tidak mengerti kenapa, padahal kita ini terlahir dari rahim yang sama di waktu yang sama juga. Tapi kemampuan ini membuat kita sepertinya begitu berbeda. Awalnya aku juga ragu kalau diriku adalah seorang time reader, sampai Emuria mengembalikan waktu untuk ketiga kalinya dan semuanya terjadi persis seperti ingatanku. Mungkin kau bukan tidak bisa mengingat kalau waktu terulang kembali karena kau begitu dekat dengan yang dapat mengembalikan waktu."

Aku terdiam sejenak, sementara Dennis mengambil sebuah botol kaca dan meletakkannya di hadapanku. "Mungkin saja," ucapku pelan.

"Aku akan masuk ke dalam dan memastikan rencana kita akan berjalan lancar," kata Dennis.

Tidak ada pertanyaan lagi dariku. Dennis mengetahui hal itu. Dan sebuah botol di hadapanku pun meningatkanku betapa tahunya saudara kembarku itu tentang kebiasaanku. "SIAL!" teriakku sambil menendang botol kaca itu dengan saat kuat. Botol itu berputar di udara, membentuk gerak parabola, kemudian hilang dalam laut yang luas.

Setelah beberapa jam melalui jalur laut kemudian terbang dan mendarat di Amerika. Aku tiba di sebuah bandara yang tidak terdaftar. Seperti sebuah mansion yang memiliki lapangan yang dapat mendaratkan sebuah airbuss, dapat dibayangkan betapa besarnya tempat ini. Aku tidak dapat memandang sekeliling karena langit baru saja meredupkan sinarnya. Dari yang cahaya yang samar-samar, aku setidaknya aku tahu rumah raksasa ini dikelilingi oleh pegunungan.

"Alright, I will repeat our plan for the last time," kata Dennis di hadapan sebuah meja besar dengan peta terbentang di atasnya. "Seperti yang telah kita dapatkan dari informan kita, Emuria, time writer, berada di dalam kurungan pangkalan militer sekitar gurun. Untuk itu kita akan terbagi dalam dua tim, tim distraksi dan tim infiltrasi. Tim distraksi akan bergerak lebih dulu sehingga tim infiltrasi dapat menyusup dengan mudah. Daniel akan bergabung denganku sebagai tim infiltrasi. Misi ini harus berhasil bagaimana pun juga. Understand?"

"Yes, Sir!"

Kami pun bergerak menuju kendaraan untuk ke sana. Aku dan Dennis berangkat dengan sebuah jeep. Malam itu kami berangkat tanpa penerangan. Dengan teknologi yang ada dalam jeep itu kami tetap bisa menentukan arah perjalanan. Aku tidak menyangka semuanya akan terjadi seperti ini. Aku menggenggam erat tanganku. Jelas saja aku gugup sekali.

"Aku tahu kau belum pernah melakukannya, tapi aku yakin kau pasti membutuhkan ini," kata Dennis sambil memberiku sebuah handgun. "Segala hal dapat terjadi di sana."

Mobil kami dan dua mobil lainnya berhenti. "Dari sini, kita akan berjalan kaki," kata Dennis.

DHUAR! Sebuah ledakan terjadi dari kejauhan. "Thats the signal. Move! Move!" seru Dennis membimbing kami berjalan menuju pangkalan itu. Jelas saja, meskipun kami sudah melakukan distraksi, menerobos pangkalan militer bukan hal yang mudah. Tetap harus terjadi baku tembak antara kami dengan para militer. Tapi kami berada di pihak yang beruntung. Karena kami berhasil menerobos ke dalam tanpa satupun kehilangan nyawa dari kami.

Dari sebuah pintu, kami menuruni tangga lalu melanjutkan liku-liku dengan berhati-hati. "Hei, Dennis, bagaimana kau bisa tahu Emuria berada di bagian ini?" tanyaku saat kami sedang berhenti di sebuah lorong untuk memastikan kondisi apakah sudah aman bagi kami untuk tetap bergerak.

"Aku minta maaf Daniel. Sebenarnya, waktu kami menculik kalian, kami telah menyuntik sebuah pelacak dalam tubuhmu dan Emuria. Kami sudah menduga akan terjadi sesuatu pada salah satu dari kalian."

"Untunglah alat itu kini berfungsi dengan baik. Jadi kau tidak perlu minta maaf."

Kami pun tiba di sebuah lorong panjang yang berujung pada sebuah pintu. "Our target is right there," ujar Dennis. Dennis pun menginstruksikan salah satu anggotanya untuk menghampiri pintu tersebut. Setelah diberikan sinyal, kami pun ikut menghampiri pintu itu. "Mungkin kita perlu sebuah bom...," ucap Dennis pelan saat memikirkan cara untuk membuka pintu besi tanpa gagang itu.

Namun, tak disangka pintu besi itu telah terbuka dengan sendirinya. "Good evening, gentlemen," sapa seorang pria wajah berkumis coklat tua. Wajah itu tak mungkin kulupakan. Dia adalah Sersan James yang membawa Emuria pergi di waktu kami sedang beristirahat dalam perjalanan meninggalkan Rusia. Aku tidak akan pernah lupa kepada wajahnya. Dia pun melangkah sedikit dan terlihat dibaliknya terduduk Emuria yang selama ini kupanggil sebagai Riemu. Dia mengenakan pakaian seperti piyama berwarna putih. Kaki dan tangannya terikat ke kursi tempat ia duduk, mulutnya ditutup.

"Riem-Emuria!" spontan aku berteriak. Pasukan Sersan James sudah menodong kami dengan senjata mereka. Begitu juga para anggota tim infiltrasi bersama Dennis membalas todongan senjata mereka.

"Apakah ini yang kalian cari sampai repot-repot mengorbankan nyawa ke mari?" tanya Sersan James sambil menyalakan sebuah televisi besar di dinding dengan sebuah remot. Terlihat di sana tim distraksi yang diatur Dennis sebelumnya mengalami kekalahan. Mereka tertembak dan tak sedikit yang mati di tempat.

Perlahan Sersan James berjalan ke arah Emuria. Ia membuka plaster yang menutup mulut wanita berbadan mungil itu. "Daniel!" teriaknya.

"Aah, how romantic. Sayang sekali jika aku harus menembak kepalamu sekarang, agar time writer ini mau mendengarkanku," ujar Sersan James.

"Kau... juga seorang time reader?"

"Hahaha, aku bukan time reader, tapi aku tidak sebodoh itu untuk tidak punya satu," jawab Sersan James. Dari balik sebuah pintu munculah sosok seorang teman yang sudah lama tak kutemui sepuluh tahun terakhir ini.

"Razik!" teriakku kaget melihat teman kampusku itu sudah berdiri di sana. Aku tidak menerima kabarnya selama ini dan sempat menyesali saat ia tidak dapat hadir di pesta keberangkatanku dengan teman-teman kampus lainnya. Tak kusangka aku akan bertemu dengannya di sini dengan sebuah pistol tergenggam di tangannya.

"Tunggu-tunggu, peserta reuni kita belum lengkap," kata Sersan James. "Perangkat-perangkat teknologi yang ada di sini sebagian besar juga dirancang oleh temanmu. Kau tahu siapa dia?"

Di saat itulah seorang tentara menggiring salah seorang lagi yang tidak kusangka akan kutemui di sini. Tentara itu menendangnya hingga terjatuh. Dia mengenakan baju laboratorium dan terlihat kumal, tapi aku masih dapat mengenal wajah itu. Karena aku, Razik, dan dia adalah tiga sekawan yang begitu dekat sewaktu masa kuliah.

"Marwan!" teriakku.

"Kau! Kau sudah berjanji tidak akan memperlakukan temanku seperti itu!" teriak Razik marah sambil menodongkan pistol ke arah Sersan James.

"Hahaha, tembak saja aku. Dan seluruh tentaraku akan menembak mati penulis waktu kita yang cantik ini di tempat," ucap Sersan James dengan sombong.

"Ta... tapi kau juga tidak akan mendapatkan apa yang kau mau," kata Marwan terbata-bata sambil mencoba berdiri dengan tangannya yang diborgol.

"Ugh, kau diam saja di sana," kata Sersan James kesal sambil menendang Marwan. Merasakan tendangan yang begitu kuat dari Sersan James, Marwan pun pingsan.

"Kau!" teriak Razik sambil menarik pelatuk pada pistol di genggamannya. Peluru melesat ke arah wajah Sersan James namun meleset. Peluru itu hanya dapat menggores pipinya. Seluruh tentara yang ada di sana langsung menembaki Razik tanpa jeda sedikit pun.

Melihat para tentara itu lengah, Dennis dan tim infiltrasi lainnya menembaki mereka. Aku sendiri langsung berlari memeluk Emuria. "Maafkan aku, aku tidak dapat mengingat segalanya. Maafkan aku, tidak dapat mengingat siapa dirimu sebenarnya."

"Tidak apa-apa, Daniel. Selama ini, kamu sudah kumaafkan."

"Maafkan aku...," kata-kataku terhenti sejenak karena harus ada darah yang keluar dari mulutku. Sepertinya beberapa peluru telah menembus tubuhku. Tubuhku tak dapat lagi kugerakkan, mataku juga terasa sangat berat untuk dibuka. Dalam detik-detik ini, kupaksakan diriku untuk berkata, "Tapi kamu... tidak boleh lagi... mengembalikan waktu... ke masa lalu...."

"Daniel!" teriak Emuria. "Daniel!"

Mataku terpejam. Pandanganku gelap. Aku bahkan tak berhasil melepaskan Emuria dari sana. Aku bahkan sempat memanggilnya dengan nama Riemu saat aku tiba sana. Aku bahkan tidak dapat mengingat semua kenangan itu seutuhnya.

Betapa perasaan itu hanya terkenang pada dirinya.

Dalam berbagai lini masa.

Dalam setiap waktu yang bergulir mundur.

Andai waktu tetap mempertemukan kita lagi.

Aku tidak akan meninggalkanmu.

Andai waktu memisahkan kita.

Aku akan mencari jalan untuk dapat bertemu denganmu lagi.

Andai waktu....

"Daniel?"

"Daniel? Kenapa melamun di depan pintu?" tanya Pak Maiz yang keheranan melihat diriku yang berdiri terdiam cukup lama di depan pintu ruangannya. Beliau memasang wajah herannya dari balik bangku tempat ia duduk.

Tanganku terasa seperti sedang memegang sesuatu. Aku pun melihatnya. Sebuah surat. Dan aku pun tersadar kalau surat itu adalah surat pengunduran diriku. Karena besok pagi aku akan pergi ke Singapura, memulai sebuah perjalan panjangku keliling dunia. Pergi ke Slovenia lalu, ugh!

Aku merasakan rasa sakit yang begitu dalam di kepalaku. Sepertinya aku sudah menjalani itu semua. Bertemu dengan para mafia. Lari dari kejaran mereka. Begitu dengan teman-teman lama. Menerobos pangkalan militer. Hanya untuk seorang wanita. Karena wanita itu adalah....

"Maaf, Pak. Saya harus pergi hari ini dan besok. Untuk berikutnya akan saya kabari lagi," ucapku seraya meremas surat yang ada di tanganku.

"Kau mau pergi ke mana, Daniel?" tanya Pak Maiz.

"Menjemput istri saya, Pak," jawabku sambil berjalan cepat meninggalkan kantor itu.

Pak Maiz dan beberapa karyawan lainnya terlihat keheranan. "Bukannya dia tidak punya istri?" gumam Pak Maiz.

Aku membatalkan seluruh pesta yang harusnya kulakukan hari ini. Aku mempersiapkan segalanya yang kubutuhkan. Aku merombak perlengkapan berpergianku. Dan esok paginya aku pun sudah tiba di Singapura. Menjalani jalan yang pernah kulewati di lini masa yang berbeda. Melewati pasar-pasar tradisional. Namun tak sekalipun aku menemukannya. Dia yang menjadi alasanku untuk datang ke mari.

Apa dia tertangkap para mafia? Pikiranku mulai kacau. Aku tidak tahu sudah berapa banyak hal yang berubah dari ingatanku atas apa yang pernah terjadi di lini masa yang berbeda. Yang pasti, dengan tidak bertemunya aku dengannya hingga saat ini sudah membuat pikiranku kacau.

Matahari semakin meninggi dan perjalananku semakin tak berarah. Aku bahkan melewati jalan-jalan sempit yang kami lewati sebelumnya saat kabur dari para mafia yang mengejar kami. Aku melihat sebuah restoran tempat kami makan sebelumnya. Saat itu dia bahkan hampir tidak mengatakan sepatah kata pun kepadaku.

Aku membeli sebuah minuman kaleng kemudian duduk di sebuah bangku taman. Apa mungkin aku langsung terbang ke Slovenia saja? Pikiranku semakin bimbang. Aku mulai memikirkan berbagai kemungkinan lainnya yang membuatku dapat bertemu dengannya lagi.

"Daaaniel," sapa seorang gadis dengan manja dari dari belakangku. Aku pun menoleh dengan sangat terkejut namun bahagia. Sepertinya, memang selalu begini. Di saat aku mencarinya, ternyata dialah yang menemukanku.

Daniel dan Emuria



TAMAT
download
alternative link download