Against the World Series Part 10 December


Sebuah kain penutup dibuka dan dihilangkan dari pandanganku yang sebelumnya gelap gulita. Aku merogoh-rogoh ingatan dalam relungku. Hal yang terakhir kuingat adalah Dennis membawaku ke dalam sebuah pesawat dan seseorang membuatku pingsan. Namun, tak ada Dennis di sini. Hanya ada beberapa orang berambut kecoklatan. Mereka pergi begitu saja. Aku ditinggalkan sendirian di bawah bintang-bintang. Ruangan itu cukup unik, seperti sebuah aquarium setengah bola. Aku tepat berada di dalamnya, di tengahnya, duduk terikat di atas sebuah kursi. Sendirian.

Suara pintu dibuka terdengar. Aku tak dapat menoleh ke belakang. Suara seorang wanita terdengar, sepertinya ia berbicara bahasa Rusia atau sejenisnya. Tapi aku lebih yakin dia berbicara bahasa Rusia. Bukan karena aku mengerti bahasanya, tetapi karena hal terakhir yang aku ingat aku sedang terbang menuju Rusia.

"Bagaimana rasanya terbang kemari? Enak?" tanya wanita itu sambil membuka ikatan di tanganku. Aku mengibas-ibaskan tanganku yang merindukan kebebasan.

Aku tidak begitu kenal suara itu, tapi wajah itu. Meskipun sudah terjadi beberapa perubahan. Rambutnya yang panjang itu tetap tidak bisa melupakanku dari wajahnya sewaktu di lapangan basket dulu. Lapangan basket sewaktu kami saling berkenalan. Lapangan basket SMP kami.

"Aleria?" tanyaku dengan nada terkejut. Bagaimana tidak, aku tidak pernah berpikir bisa berjumpa lagi dengannya.

"Kamu tidak banyak berubah, Daniel," ucapnya sambil tersenyum.

"Bagaimana bisa? Aku di mana?"

"Kamu pasti bingung, tapi akan kujelaskan semuanya. Apa yang ingin kamu ketahui pertama kali?" tanya Aleria sedikit tersenyum. Ia pun menarik sebuah kursi dan duduk di sampingku. Tidak begitu dekat, namun tidak begitu jauh pula.

"Di mana aku?"

"Rusia."

"Berarti memang Dennis yang membawaku ke mari. Lalu di mana Riemu? Dennis juga tidak berkata apa-apa tentangnya."

"Riemu ya? Jadi itu namanya saat ini. Dennis juga sudah menceritakan segalanya."

"Apa maksudnya saat ini? Dennis juga berkata seperti itu. Lalu apa maksudnya segalanya? Aku tidak mengerti. Tapi sebelum itu, di mana Riemu? Pertanyaanku belum di jawab."

"Tenang, dia pasti aman, kok," jawab Aleria santai, "Aku bisa menjamin itu. Kami lebih baik daripada para mafia di Asia sana."

"Kami? Mafia? Aleria, jangan katakan kamu juga bagian dari mafia Rusia."

"Bagaimana tidak? Suamiku adalah pemimpinnya."

Aku terkejut sampai berdiri, kursiku terdorong hingga jatuh.

"Tenang-tenang, di sini aku juga teman SMP-mu. Mari kita bernostalgia sejenak," kata Aleria. Aku menarik kembali kursi itu dan membuatnya tegak, lalu duduk. Aleria melanjutkan kata-katanya, "Kamu ingat?" perlahan wajahnya memandang langit penuh bintang di atas kami, "Waktu itu kamu membawakan sebuah buku di perpustakaan. Buku peta rasi bintang dan menceritakan berbagai hal kepadaku."

Samar-samar hal yang dikatakan Aleria mulai terbayang di dalam benakku. Sepertinya hal itu memang pernah terjadi.

"Tapi waktu itu bulan Desember, aku harus pergi ke Rusia bersama keluargaku. Dulu aku masih berpikir, andai saja Desember itu tidak pernah datang. Mungkin kita masih bisa melanjutkan hari-hari di mana kita membaca buku bersama di perpustakaan," Aleria berkata semakin pelan. Ia terlihat seperti akan menangis.

"Apa kamu menyesali masa lalumu Aleria?"

"Ah, tidak-tidak. Aku senang di sini. Aku juga punya suami yang baik sekali. Dia bahkan percaya kepadaku untuk menemuimu."

"Baguslah," jawabku tersenyum. Suasana menjadi sepi. Kami berdiam diri memandang langit. Aku mengambil napas sejenak kemudian berkata, "Aleria, aku minta maaf."

"Tidak apa-apa, Daniel. Semuanya sudah terjadi." Aleria banyak tersenyum saat itu, meskipun terkadang dalam senyum aku dapat melihat air mata.

Suasana kembali diam. Tak satu pun dari kami berkata-kata lagi. Aku memperhatikan Aleria dalam diamnya, "Kamu banyak berubah Aleria. Awalnya aku masih tidak percaya kamu adalah Aleria yang kukenal sewaktu SMP. Aleria yang dulu kukenal begitu tomboy, kamu begitu feminim sekarang."

Aleria tersenyum lebih dulu kemudian menjawab, "Aku kan sekarang seorang ibu. Oh ya, sepertinya sudah saatnya kamu bertemu dengannya." Aleria mengeluarkan ponselnya kemudian menelepon dengan bahasa Rusia. Seusai dia menyimpan kembali ponselnya. Pintu pun terbuka.

"Daniel!" teriak Riemu seraya berlari kemudian memelukku. Aku memeluk Riemu dan mengusap air matanya. Dia terlihat baik-baik saja, bahkan dia mengenakan pakaian cukup tebal yang tidak pernah kami beli sebelumnya. Aku mengusap kepalanya, melihatnya baik-baik saja sudah lebih cukup bagiku.

Aleria mendekati kami, merendahkan badannya sedikit agar tingginya sama dengan Riemu. "Aku tidak menyangka bahkan saat ini pun dikalahkan olehmu." Ia mencubit pipi Riemu pelan. Riemu pun berlari ke belakangku dan melihat Aleria dari kejauhan. "Kami sudah cukup banyak menyulitkan perjalanan kalian, bagaimana kalau kami antar saja ke negara tujuan kalian? Kata Dennis kalian akan pergi ke arah Eropa."

Dasar Dennis, seharusnya aku tidak perlu memberitahunya ke mana tujuanku. "Ah, tidak-tidak. Aku ingin berjalan kaki saja. Apa istilahnya? Backpacker? Aku ingin sekali mencobanya sampai negara tujuan kami."

"Baiklah kalau begitu, tapi cobalah menginap beberapa hari dan berkeliling di Rusia. Kalian juga butuh perlengkapan yang baru untuk dia kan? Kami akan membiayai semuanya."

"Ya, terima kasih," jawabku. Riemu hanya diam saja, dia masih memandang Aleria dari belakang tubuhku.


download
alternative link download